Saturday, August 06, 2011

Winners, Losers, and the Survivors

(Morning Briefing 28 Juli 2011 – by Iqbal )

Anda tidak akan penah benar-benar kalah sampai saat anda berhenti mencoba untuk menang. Demikian kalimat yang diucapkan dan menjadi motto dari seorang mantan atasan saya. Entah ia mengutip dari mana, mungkin dari dialog film favoritnya, atau dari sebuah buku, atau bisa juga sebuah artikel di sebuah majalah yang dibacanya selama perjalanan udara. Entahlah, saya tidak terlalu tertarik untuk membicarakan sumbernya, saya hanya tahu kalimat itu tidak genuine dari pemikirannya – tidak, dia tak seorisinil itu.

Namun saya harus mengakui, bahwa kalimat motivasi itu mengandung level kebijakan tertentu yang berguna untuk mencerahkan kesadaran kita tentang betapa harusnya semua orang tidak pernah berhenti mencoba memperjuangkan setiap detik kehidupannya untuk menjadi seorang pemenang.

Saya kemudian berpikir, apakah sebuah kemenangan cukup? Apakah kemenangan demi kemenangan akan cukup? Bagaimana jika kita kalah? Apakah sebuah kekalahan tidak bisa diterima? Ataukah kekalahan demi kekalahan akan membuat jiwa pemenang kita tenggelam dan kemudian mati di lautan pecundang?

Sepanjang perjalanan pagi ini dari Banjarmasin ke Kuala Kapuas, saya menemukan percikan pemikiran, sebuah konsep genuine (menurut saya) tentang bagaimana kita mengklasifikasikan diri kita dalam kompetisi kehidupan.

Kita mestinya mengklasifikasikan manusia menjadi 3 (tiga) tipe :

  1. Winners, para pemenang
  2. Losers, para pecundang
  3. Survivors, orang-orang yang selamat

Winners, selalu haus akan kemenangan. Ungkapan Plato tentang homo homoni lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) sangat tepat untuk orang ini. Ia tak pernah mau kalah, tak mau berhenti berprestasi, selalu berusaha dengan usaha terbaik dan menginginkan hasil terbaik. Dan biasanya, hanya itulah yang ia dapatkan, menang dan menang.

Losers, tak pernah menginginkan kemenangan. Ia tak memiliki cukup kepercayaan kepada diri sendiri, tak percaya pada teman-teman satu tim, bahkan lebih celaka lagi, ia tak benar-benar percaya pada eksistensi KeTuhanan. Ia selalu menyalahkan orang lain atau kondisi alam atas segala kegagalan yang harus ia hadapi. Tipe manusia pecundang seperti ini, tak lain dan tak bukan – sepanjang ia tidak merubah mindset dan terus menerus memancarkan aura negatif, hanya akan menjadi parasit sepanjang hidupnya. Tak butuh orang pintar untuk tahu bahwa tipe seperti ini tidaklah bermanfaat untuk dibahas sekalipun.

Tipe ketiga adalah SURVIVORS, tipe orang yang selamat dari kondisi apapun. Di medan perang, ia mungkin tak menembak mati musuhnya – atau melakukan aksi heroik yang membuatnya dapat bintang jasa, tapi usai perang bisa pulang kerumah tanpa cacat fisik maupun mental. Saat mengalami kemenangan ia akan menikmatinya secukupnya karena sangat memahami bahwa kemenangan bukanlah sesuatu yang abadi. Saat mengalami kekalahan, ia akan berupaya untuk bangkit selekas mungkin dari keterpurukan – lagi-lagi karena ia sangat memahami bahwa kekalahan itu tidaklah permanen.

Saya tidak berharap kalian selalu menjadi Winners, saya sangat berharap kalian jadi Survivors! Survivors bisa bertahan dalam situasi seburuk apapun, ia tidak mabuk oleh kesenangan, dan tidak pernah larut dalam kesedihan atau kegagalan.

Saat membaca Memo Dinas terbaru tentang perubahan kebijakan suku bunga, reaksi otak saya mungkin sama seperti kalian para marketing : ”Busyet, parah nih .... gimana mau jualan?, gimana caranya capai target? ”.

Alih-alih larut dalam kekecewaan dan kekhawatiran, saya mengajak kalian semua untuk bangkit dan berdiri tegak, kemudian mengingatkan diri kita masing-masing bahwa kita semua adalah Survivors. Perubahan kadang tak menyenangkan, tapi jika itu harus terjadi maka buatlah diri kita dalam posisi senyaman mungkin sehingga kita tidak mati konyol dilindas oleh perubahan itu.

Mari melihat kedepan dengan pandangan lebih jernih, niscaya selalu ada kesempatan untuk menaklukkan keadaan

Saya yakin kita bisa, karena kita semua adalah para Survivors.

No comments:

Post a Comment