Thursday, August 18, 2011

Life Potion No 9

(18 Aug 2011)

“Write what you know”, kata Erin Gruwell dalam salah satu dialog film Freedom Writers. Tulislah apa yang kamu ketahui. Sepertinya sederhana, namun sesungguhnya kata-kata itu sakti mandraguna. Menulis, sebagaimana pula keterampilan bertutur – tak pelak lagi – merupakan pengejawantahan kreativitas imajinatif yang berbasis pada pengalaman dan referensi. Hanya sedikit anak sekolah yang tak mengalami masalah dalam pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada sesi mengarang.  By the way, sebelum anda bertanya-tanya, saya perlu jelaskan didepan bahwa tulisan saya ini bukan soal teknik tulis menulis, karena saya juga tak begitu paham tentang itu.
Kreativitas imajinatif berbasis pengalaman dan referensi? Ah, Iqbal…. teori  doang! – demikian komentar salah satu teman saya waktu kami masih duduk di SMA kelas 2. Bukannya mengarang itu soal bakat? Saya cuma senyum-senyum aja waktu menerima comment darinya. Maklum, yang ia baca sehari-hari hanya buku paket Fisika, Kimia, dan Matematika, tak heran ia pasti tak tahu apa-apa tentang merangkai kata-kata. Sangat beda dengan saya yang mampu melahap buku Kho Ping Hoo sebanyak 40 jilid dalam  sehari semalam (Hehehe…..).  Itulah yang membuat saya terkaget-kaget saat mendengar kabar teman saya itu secara sekonyong-konyong kemudian menjadi politisi, dan berujung pada kesuksesannya menduduki kursi Kepala Daerah di salah satu Kabupaten baru hasil pemekaran. Mengejutkan, fantastic, entahlah, hidup kadang memang menjadi sangat tak terduga.
Percayalah, faktor bakat itu memang ada. Tapi menurut saya  ia bukan unsur terpenting yang menentukan bagi keberhasilan seseorang. Coba lihat disekeliling kita, atau coba ingat-ingat teman-teman kita semasa kecil. Pasti banyak diantara mereka yang memiliki bakat-bakat khusus seperti olahraga , seni, atau keterampilan tertentu. Lalu coba perhatikan lagi, berapa banyak diantara mereka yang dengan tekun mengikuti panggilan alam dari talenta yang dimilikinya dan berhasil di bidang itu? Saya yakin, bisa dihitung dengan jari. Dalam banyak kasus,  talenta seperti itu lebih sering terbuang sia-sia.
Di masa remaja sampai menjelang dewasa, saya mencurahkan sebagian besar waktu untuk mengasah talenta seni yang saya miliki dan memanfaatkannya sebagai mata pencaharian. Sampai pada satu titik dimana saya memutuskan untuk tidak lagi menjadikannya sandaran hidup – mengingat ternyata mudharatnya jauh lebih besar dari manfaatnya bagi kehidupan saya. Alih-alih berkarier di bidang musik, saya memilih untuk menjadikannya hobby semata, sekaligus tempat berlari dari kejenuhan rutinitas karir lain yang saya tekuni sampai saat ini.
Lalu, kemanakah sebenarnya alur tulisan ini akan berujung? Hmmm….. begini. Saya hanya ingin mengatakan bahwa jangan terlalu mengandalkan hidup anda pada bakat semata. Bakat itu sesungguhnya hanya sebuah ramuan hidup bernomor 9. Hidup pemberian Tuhan ini penuh dinamika tak terduga, ramuannya banyak sekali. Bakat adalah salah satu bekal keberuntungan yang menyertai kelahiran anda.  Dan kita semua pasti maklum, bahwa keberuntungan dalam bentuk apapun tidak memiliki sifat kekekalan. Jika anda cerdas, berbakat, atau memiliki paras elok – anda mungkin beruntung karena tidak perlu berusaha terlalu keras untuk mendapatkan apa yang anda inginkan.  Kehidupan ini sangat dinamis, hanya manusia yang sadar bahwa ia berada dalam dinamika saja yang akan mampu bertahan.   Perbanyak pengalaman dari berbagai sisi , baik atau buruknya. Perluas khazanah pengetahuan dengan tak pernah berhenti belajar. Jadilah manusia yang kuat, cerdik dan berhati baik, yakinlah bahwa kehidupan sekeras apapun akan lembut di tangan anda.

No comments:

Post a Comment