Tuesday, October 25, 2011

WRITER'S BLOCK

 (25 Oktober 2011)

00.05
Berjam-jam saya memandangi layar kosong dan tak mampu berpikir apa yang akan ditulis malam ini. Ada kehendak menulis yang membuncah mengingat galaunya perasaan  akibat rentetan situasi yang tidak menyenangkan beberapa hari belakangan .  Membicarakannya secara lisan menurut saya tidak banyak membantu, karena satu-satunya bantuan yang mungkin diperlukan dari orang lain dalam hal ini hanya “mendengarkan” saja. Hmm....
Saya bukan orang yang mudah panik, emosional mungkin iya... tapi panik? No way.  Hari kemarin sudah berlalu dan tak ada yang perlu disesali berlarut-larut. Hari esok tak perlu dicemaskan karena  schedule apapun yang kita susun, besok belum tentu terjadi seperti yang kita duga.  Dinamika sesungguhnya adalah hari ini. Dan kenyataannya, hari ini, malam ini, saya kehilangan cahaya pemandu tentang apa yang harus ditulis. Itulah masalahnya. Writer’s Block, demikian kata keren-nya.
Saya jadi teringat Anna Quindlin – seorang penulis, yang mengatakan : “People have writer’s block not because they can’t write, but because they despair of writing eloquently.” Turn the critical brain off. There is a time and place for criticism: it’s called editing. Oh.... jadi mestinya tuliskan saja apapun yang anda mau, jangan hiraukan dorongan  alamiah dari otak untuk mengkritik apapun yang tengah ditulis, dan biarkan semuanya mengalir karena akan ada waktu dan tempat untuk menyuntingnya di sesi terakhir.  Aha!
Semenit kemudian, blank lagi.....  Sambil tersenyum kecut, saya save to draft dulu tulisan ini, dan mengintip situs jejaring sosial Facebook. Mencari inspirasi.

01.10
Ternyata isi beranda FB dipenuhi oleh status-status estede tentang perut lapar di tengah malam serta berbagai status para pengidap insomnia yang mengaku tak bisa tidur. Ya iya lah.... gimana mau tidur kalo lagi rame main FB? Hmm.... kembali ke laptop.

01.20
Saya menyukai kegiatan menulis, kangen dengan prosesnya, dan sering terkejut dengan hasilnya. Saya menyadari belum pernah mengarang tulisan atau cerita panjang, menyadur kata-kata Anna Quindlin diatas – saya ternyata terlalu kritis. Kritis dengan bahasa yang digunakan, kritis akan kata-kata yang dipilih, kritis terhadap ketikan yang salah, kritis pada kondisi dimana kita terjerembab pada ide awal yang tak berkembang, terpeleset dan kehilangan arah cerita, bahkan sekedar ketepatan penempatan spasi dan paragraf.  Saya belum terlatih untuk mengabaikan hal-hal mendasar yang dipelajari di bangku Sekolah Dasar.

01.40
Kembali blank.
Sudahlah, toh saya bukan seorang penulis betulan. Tidur sepertinya akan lebih menyenangkan.

No comments:

Post a Comment